APA YANG UNIK DARI KOMPOS SEDES ?

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Alam memiliki kemampuan dalam menetralisir pencemaran yang terjadi apabila jumlahnya kecil, akan tetapi apabila dalam jumlah yang cukup besar akan menimbulkan dampak negatif terhadap alam karena dapat mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan sehingga limbah tersebut dikatakan telah mencemari lingkungan.
Asrama SMA Sedes Sapientiae Jambu menghasilkan limbah organik yang belum dimanfaatkan, jika sampah yang dihasilkan banyak maka kuantitas limbah pun semakin banyak. Selama ini masalah limbah menjadi perhatian yang serius sehingga perlu diupayakan pengolahan limbah organik tersebut secara tepat.
Proses pengolahan limbah organik menjadi kompos merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Selain itu hasil kompos yang diperoleh dapat dipergunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah areal asrama pada khususnya dan umumnya bagi areal tanah di lahan penduduk sekitarnya, serta memberi bekal kepada para siswa SMA Sedes Sapientiae Jambu dalam kegiatan wirausaha.

B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengolah limbah organik asrama SMA Sedes Sapientiae Jambu.
C. Manfaat Penelitian
1. Mengatasi masalah limbah organik
2. Menghasilkan pupuk kompos organik
3. Melatih wirausaha bagi siswa SMA Sedes Sapientiae Jambu
BAB II
LANDASAN TEORI


A. Sampah
Sampah merupakan barang bahan padat buangan dari kegiatan rumah tangga, pasar, perkantoran, rumah penginapan, hotel, rumah makan, industry, atau aktifitas manusia lainnya. Jadi, sampah merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah tidak terpakai. Sampah biasanya dibuang ke tempat yang jauh dari permukiman manusia. Jika tempat pembuangan sampah berada dekat dengan permukiman penduduk, risikonya sangat besar. Sampah yang dibiarkan menggunung dan tidak diproses bias menjadi menjadi sumber penyakit. Menurut Setyo Purwendro dan Nurhidayat, sampah dibedakan menjadi tiga, yaitu sampah organik, nonorganik, dan B3.
Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan.
Sampah organik dibagi menjadi :
a. Sampah organik basah.
Sampah organik basah merupakan sampah yang mempunyai kandungan air cukup banyak. Contoh: kulit buah dan sisa sayuran.
b. Sampah organik kering.
Sampah organik kering merupakan sampah organik yang kandungan airnya sedikit. Contoh : kertas, kayu atau ranting pohon, dan dedaunan kering.
Sedangkan sampah anorganik bukan berasal dari makhluk hidup. Sampah ini bisa berasal dari bahan yang bisa diperbaharui dan bahan yang berbahaya serta beracun. Contohnya plastik dan logam. Sementara sampah B3 merupakan jenis sampah yang dikategorikan beracun dan berbahaya bagi manusia. Umumnya, sampah jenis ini mengandung merkuri seperti kaleng bekas cat semprot atau minyak wangi. Namun, tidak menutup kemungkinan sampah yang mengandung jenis racun lain yang berbahaya. (2006 : 6 -8)
Bahan-bahan diatas tentu akan menjadi lebih berguna jika dimanfaatkan untuk pembuatan kompos, daripada hanya memenuhi tempat sampah, menimbulkan polusi jika dibakar, atau dibuang begitu saja. Bahan-bahan ini juga akan menekan biaya produksi pembuatan kompos, karena didapatkan secara gratis.

B. Kompos dan Pengomposan

Kompos merupakan hasil fermentasi atau hasil dekomposisi bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah organik. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara.
Menurut Willyan Djaja, pengomposan adalah proses biologis yang memanfaatkan mikroorganisme untuk mengubah material organic seperti kotoran ternak, sampah, daun, kertas, dan sisa makanan menjadi kompos. Selain itu pengomposan juga diartikan sebagai proses penguraian senyawa yang terkandung dalam sisa bahan organic dengan suatu perlakuan khusus dengan tujuan agar mudah dimanfaatkan oleh tanaman. ( 2008 : 8 ).
Pengolahan pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism) atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah pertamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.

C. Teknologi EM (Mikroorganisme Efektif)

Menurut Rachman Sutanto, mikroorganisme Efektif (EM) merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat,ragi, aktinomisetes, dan jamur peragian) yang dapat dimanfaatkan sebagai inokulan untuk meningkat keragaman mikrobia tanah. (2002:85). Pemanfaatan EM dapat memperbaiki kesehatan dan kualitas tanah, dan selanjutnya memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman.
EM merupakan kultur campuran berbagai jenis mikrobia yang berasaldari lingkungan alami. Kultur EM mengandung mikroorganisme yang secara genetika bersifat asli, tidak dimodifikasi.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Teknik Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian lapangan. Penelitian tersebut dilaksanakan di Rumah Sampah SMA Sedes Sapientiae Jambu. Penelitian ini terbagi pada beberapa tahapan, yakni:
1. Pembekalan, yang dilaksanakan pada tanggal 29-30 Agustus 2009 di Kursus Pertanian Taman Tani (KPTT) Salatiga dan tanggal 29 September 2010 di SMA Sedes Sapientiae Jambu;
2. Pengumpulan bahan (sampah) dimulai pada tanggal 29 September 2010;
3. Pengolahan Sampah dimulai pada tanggal 9 Oktober 2010.
Kami memilih penelitian lapangan karena dibutuhkan praktek langsung dalam pembuatan kompos. Teknik ini digunakan karena lewat penelitian ini, kami dapat mempraktekkan secara langsung mengenai ilmu dan informasi yang telah kami dapatkan.
Penelitian Lapangan dilakukan dengan cara mengolah sampah organik, yakni yang terdiri dari sampah dapur dan sampah daun. Untuk mengolah sampah menjadi kompos dibutuhkan beberapa tahapan, mulai dari pengumpulan sampah, pemilahan sampah, pemotongan (pencacahan) sampah, penambahan larutan gula, mikroorganisme dan bekatul, pemantauan suhu dan pematangan kompos.
Tahapan-tahapan pengolahan sampah menjadi kompos tersebut diuraikan sebagai berikut:







Tabel 1
Tahapan pengolahan
No Hari, Tanggal Kegiatan
1. 29-30 Agustus 2009 Pembekalan di Kursus Pertanian Taman Tani (KPTT) Salatiga
2. 29 September 2010 Pembekalan di sekolah
3. 29 September 2010 sampai Oktober 2010 (awal) Pengumpulan sampah
4. 9 Oktober 2010 Pengolahan sampah:
1. Pemilahan sampah
2. Pencacahan sampah (sampah basah dan sampah kering/daun)
3. Pembuatan larutan gula yang dicampur dengan microorganism (bubuk/cair)
4. Penambahan bekatul pada sampah.
5. 10 Oktober 2010 sampai 29 Oktober 2010 Pemantauan suhu
(perincian suhu pada tabel 2)
6. 19 Oktober 2010 sampai 23 Oktober 2010 Pemanenan dan Pengemasan
7. 25 Oktober 2010 sampai 29 Oktober 2010 Pengolahan data dan laporan

1. 29-30 Agustus 2009
Pembekalan di Kursus Pertanian Taman Tani (KPTT) Salatiga. Pembekalan dilakukan dengan penjelasan mengenai cara mengolah sampah organik menjadi kompos.


2. 29 September 2010
Pembekalan di sekolah, oleh narasumber yakni Bapak Antonius Rengga Dumadi. Beliau memberi penjelasan mengenai cara pembuatan kompos, mulai dari pembuatan larutan mikroorganisme, larutan gula dan cara pengolahan sampah serta peralatan dan bahan yang dibutuhkan dalam pengolahan sampah tersebut.

3. 29 September 2010 sampai Oktober 2010 (awal)
Pengumpulan sampah berupa sampah daun maupun sampah dapur asrama (sisa makanan dan sayuran). Setelah dikumpulkan, sampah-sampah tersebut dipisahkan antara sampah basah dan sampah kering.

4. 9 Oktober 2010
Pengolahan sampah yang telah dikumpulkan, meliputi:
a. Pemilahan sampah
Sampah yang masuk ke lokasi pengomposan dipilah terlebih dahulu untuk mendapatkan bahan organik pilihan sebagai bahan baku kompos. Bahan baku utama yangdigunakan adalah sampah dapur. Sedangkan bahan baku lainnya yang digunakan berupa sampah daun, baik daun kering maupun daun basah. Satu hal yang harus diperhatikan adalah sampah yang akan diolah menjadi kompos harus sampah segar dan pemilahan harus segera dilakukan. Bila hal ini tidak dilaksanakan dengan baik, maka pembusukan liar akan terjadi dan akan timbul bau yang dapat mengganggu lingkungan sekitarnya. Sampah dapur dipisahkan dari bahan-bahan yang tidak terpakai, misalnya: cangkang telur, duri ikan, tulang, plastik serta bahan-bahan yang sifatnya keras. Bahan yang keras, misalnya “bonggol” jagung harus pisahkan karena sulit untuk dihancurkan.
b. Pencacahan sampah
Untuk mempercepat proses pengomposan, ukuran sampah diperkecil terlebih dahulu, terutama jika sampah tersebut memiliki lapisan selulosa yang cukup kuat. Jika tidak dicacah atau diperkecil ukurannya, maka sampah tesebut akan sulit membusuk. Pencacahan sampah dapat dilakukan menggunakan mesin pemotong/pencacah atau bisa juga dicacah secara manual.

c. Penyiraman Larutan Gula dan Mikroorganisme
Buat larutan gula dengan komposisi air sekitar 5 liter dan gula sebanyak 2-3 sendok makan. Gula dapat diganti dengan molase (air tebu). Kemudian mikroorganisme dalam bentuk serbuk maupun cair dicampurkan ke dalam larutan tersebut sebanyak 1 sendok makan atau 20 cc (bagi mikroorganisme cair). Campuran larutan gula dan mikroorganisme didiamkan selama 1 jam, baru kemudian disiramkan secara perlahan-lahan ke dalam sampah secara merata.Pembuatan larutan ini bertujuan untuk mengaktifkan bakteri yang digunakan untuk fermentasi.

d. Penambahan bekatul pada sampah
Setelah larutan gula dan mikroorganisme disiramkan pada sampah, kemudian ditambahkan bekatul. Bekatul kemudian dicampur dengan sampah. Bekatul ditambahkan karena dalam bekatul mengandung vitamin B yang berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan miselium. Jumlah bekatul yang digunakan disesuaikan dengan banyaknya sampah yang diolah. Setelah itu, tumpukan sampah ditutup menggunakan karung maupun karung goni.

5. 10 Oktober 2010 sampai 28 Oktober 2010
a. Pemantauan Suhu.
Untuk memperoleh kompoos, dibutuhkan waktu kurang lebih selama 4 minggu. Selama itu pula, suhu tumpukan harus diperhatikan. Suhu tumpukan perlahan-lahan akan meningkat mencapai sekitar 60˚C. Suhu tinggi ini terjadi mulai hari kelima dan berlangsung selama 2 hari. Suhu tinggi ini berfungsi untuk memperlunak sampah, mematikan gulma dan mikroba patogen serta menghilangkan serat-serat sampah maupun daun. Suhu tinggi ini tidak boleh dipertahankan lama (lebih dari 2 hari), karena akan mematikan jasad renik yang diperlukan untuk proses pengomposan.Selain suhu yang semakin tinggi, pada hari ke n akan nampak suhu yang semakin menurun, sampai pada suhu 27˚C atau suhu kamar. Untuk memperoleh suhu seperti demikian, maka tumpukan sampah harus diaduk dan penutup sampah (karung goni) harus dibuka.
b. Pematangan Kompos
Untuk meyakinkan bahwa kompos telah matang dan dapat menjamin bahwa kompos benar-benar aman ketika dipakai oleh pengguna kompos, maka perlu dilakukan langkah pematangan kompos. Pematangan ini ditandai dengan suhu rata-rata tumpukan semakin menurun dan stabil mendekati suhu kamar ( 27 – 30˚C), bahan telah lapuk dan menyerupai tanah dengan warna coklat kehitaman.

6. 19 Oktober 2010 sampai 23 Oktober 2010
Pemanenan dan Pengemasan. Setelah seluruh tahapan proses dilalui dan sampah sudah menjadi kompos matang, maka kompos sudah bisa dipasarkan. Untuk itu kompos perlu dikemas dalam ukuran yang sesuai dengan kehendak pembeli.

7. 25 Oktober 2010 sampai 29 Oktober 2010
Pengolahan data dan laporan pengolahan kompos.
B. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam pengolahan sampah organik menjadi kompos antara lain:
1. Air
Air dibutuhkan untuk melarutkan gula dan digunakan untuk menjaga kelembapan serta suhu udara dari sampah yang diolah menjadi kompos.
2. Sampah Organik
Sampah yang digunakan adalah sampah organik, yakni terdiri dari sampah dapur dan sampah daun. Sampah yang digunakan jumlahnya tidak dibatasi.
3. Gula
Untuk membuat larutan gula, dibutuhkan gula sebanyak 2-3 sendok makan setiap 5 liter air. Gula dapat diganti menggunakan molase.
4. Effective Microorganism
Effective microorganism yang digunakan pada pembuatan kompos kali ini adalah EM4. Dalam larutan gula 5 liter yang telah dibuat,kemudian ditambahkan EM4 sebanyak 1 sendok makan untuk EM4 serbuk atau sebanyak 20 cc EM4 cair.
5. Bekatul
Bekatul ditambahkan pada tumpukan sampah yang siap diolah. Penambahan bekatul dilakukan karena bekatul mengandung vitamin B yang dapat mempercepat pertumbuhan miselium.

C. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam proses pengolahan sampah menjadi kompos antara lain:
1. Golok
Golok digunakan untuk mencacah sampah yang sifatnya keras sebelum dicacah menggunakan mesin. Hal tersebut dikarenakan beberapa sampah yang masih keras sulit hancur secara sempurna jika ukuran maupun teksturnya masih sangat keras.
2. Mesin pencacah sampah organik
Mesin ini digunakan untuk mencacah sampah agar ukurannya menjadi sangat kecil, karena pencacahan secara manual belum dapat memberikan hasil yang ukurannya sesuai (kecil atau lembut) serta pencacahan secara manual menggunakan golok membutuhkan waktu yang relatif lama.
3. Ember
Ember digunakan sebagai wadah ketika membuat larutan gula dan mikroorganisme.
4. Termometer
Termometer digunakan dalam pengukuran suhu tumoukan sampah setiap harinya. Hal ini dilakukan untuk memantau seberapa jauh proses pengomposan telah terjadi.
5. Sekop Sendok
Sekop sendok digunakan untuk mengaduk tumpukan sampah agar suhu tumpukan dapat dikendalikan, serta agar sampah tercampur dengan rata.
6. Sekop Garpu
Demikian pula dengan sekop garpu, sekop garpu digunakan untuk mengaduk tumpukan sampah.
7. Masker
Masker digunakan sebagai pelindung dari bau yang ditimbulkan pada saat pemilahan sampah.
8. Sarung Tangan
Sarung tangan juga digunakan sebagai pelindung tangan saat pemilahan sampah maupun pengolahan sampah.
9. Sepatu Boot
Sepatu boot digunakan sebagai pelindung ketika memilah sampah.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Pengamatan
Hasil pengukuran suhu dalam proses pengolahan limbah organik tertera dalam Tabel 2 berikut :
Tabel 2. Hasil Pengukuran Suhu (oC)
No Hari Tanggal Suhu (oC)
1 Minggu 10 Oktober 2010 46
2 Senin 11 Oktober 2010 46
3 Selasa 12 Oktober 2010 59
4 Rabu 13 Oktober 2010 56
5 Kamis 14 Oktober 2010 45
6 Jumat 15 Oktober 2010 50
7 Sabtu 16 Oktober 2010 46
8 Minggu 17 Oktober 2010 40
9 Senin 18 Oktober 2010 36
10 Selasa 19 Oktober 2010 37
11 Rabu 20 Oktober 2010 38
12 Kamis 21 Oktober 2010 37
13 Jumat 22 Oktober 2010 35
14 Sabtu 23 Oktober 2010 35
15 Minggu 24 Oktober 2010 33
16 Senin 25 Oktober 2010 34
17 Selasa 26 Oktober 2010 32
18 Rabu 27 Oktober 2010 30
19 Kamis 28 Oktober 2010 28
20 Jumat 29 Oktober 2010 28

B. Pembahasan
10 Oktober 2010 sampai 28 Oktober 2010
Pengukuran Suhu:
Pada proses awal pengukuran suhu, saat hari pertama diperoleh suhu sebesar 460C. Hari kedua diperoleh suhu yang sama seperti pada pengukuran awal yaitu sebesar 46 0C. Kemudian suhu meningkat pada hari ketiga sebesar 590 C, kenaikan suhu ini menandakan berawalnya suatu proses fermentasi. Pada hari keempat masih terjadi proses fermentasi, namun terjadi penurunan suhu sebesar 56 0C. Hari kelima kembali mengalami penurunan suhu sebesar 450C. Hari keenam, ketujuh, dan kedelapan mengalami penurunan suhu secara berturut- turut yaitu 56 0C, 46 0C, dan 40 0C. Hari kesembilan mengalami penurunan suhu sebesar 36 0C, namun mengalami kenaikan suhu dari hari kesepuluh sampai hari kesebelas. Kenaikan tersebut secara berturut-turut sebesar 37 0C, 38 0C. Sedangkan pada hari keduabelas sampai dengan hari keempat belas mengalami penurunan suhu sebesar 370C dan suhu yang sama yaitu sebesar 350 C pada hari ketigabelas dan keempat belas. Pengukuran yang dilakukan pada hari kelimabelaas sampai dengan hari yang ketujuhbelas didapatkan kembali suhu yang tidak stabil, dalam arti tidak selalu mengalami penurunan maupun kenaikan secara terus-menerus namun mengalami penurunan serta kenaikan suhu. Penurunan serta kenaikan suhu secara berturut-turut yakni 330C , 340C, 320C. Pada hari kedelapanbelas dan kesembilan belas mengalami penurunan suhu sebesar 300C dan 28 0C. Kedua suhu tersebut sudah mendekati suhu kamar serta menandakan akan tercapainya suhu yang stabil yaitu 280C pada hari terakhir (hari keduapuluh). Suhu yang stabil itu pula menandakan berakhirnya proses fermentasi.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Proses pengolahan limbah organik menjadi kompos cukup baik dipilih sebagai cara pengolahan limbah organik untuk mengatasi permasalahan limbah yang dihasilkan dari dapur asrama dan sekolah.
2. Proses pengolahan kompos membutuhkan waktu 20 hari dengan limbah sebanyak 100 kg untuk menghasilkan kompos sebanyak 20 kg.
3. Pengolahan limbah organik sebagai upaya pengembangan untuk melatih wirausaha bagi siswa SMA Sedes Sapientiae Jambu.

B. SARAN
1. Perlu dikembangkan penelitian lanjutan untuk mengetahui kandungan unsur nitrogen, fosfor dan kalium sebagai unsur hara yang terkandung dalam kompos organik tersebut.
2. Dalam pengolahan kompos perlu adanya perhatian khusus mengenai faktor-faktor lingkungan seperti kelembaban, air, cahaya, alat pencacah dan bahan yang digunakan.